Yang termasuk sewa penggunaan harta lainnya adalah sewa mesin, sewa peralatan, sewa kapal, dan berbagai jenis sewa barang lainnya.
Setiap terjadi transaksi yang berkaitan dengan sewa harta lain tersebut, pihak yang menyewa akan memotong PPh Pasal 23 sebesar 2% dari DPP PPN.
Contoh :
PT Jaya Harapan dalam kegiatan administrasinya menggunakan jasa mesin fotyocopy CV Medikom dan pembayaran setiap bulannya sebesar Rp.11.000.000,00. PPN dan PPh Pasal 23 yang dipotong oleh PT Jaya Harapan adalah sebagai berikut :
PPN sebesar Rp.1.000.000,00 atau (10/110) X Rp.11.000.000,00 dan PPh Pasal 23 sebesar Rp.200.000,00 atau 2% X Rp.10.000.000,00.
Bagi PT Jaya Harapan sebagai yang membayar jasa, jurnal pengakuan biaya sewa adalah sebagai berikut :
Biaya sewa Rp.10.000.000
Piutang PPN Rp. 1.000.000
Utang sewa Rp.10.800.000
Utang PPh Pasal 23 Rp. 200.000
Bagi CV Senang sebagai pihak yang memberikan jasa, jurnal pengakuan penghasilan tersebut adalah sebagai berikut :
Piutang sewa Rp. 10.800.000
Piutang PPh Pasal 23 Rp. 200.000
Penghasilan sewa Rp.10.000.000
PPN Keluaran  : Rp. 1.000.000
Selasa, 29 Mei 2012
Senin, 28 Mei 2012
Koreksi Fiskal
Pada postingan di blog Klinik Pajak, telah dijelaskan tentang koreksi fiskal. Tidak ada salahnya kita ulangi lagi tentang koreksi fiskal dilihat dari sudut akuntansi pajak. Koreksi fiskal adalah koreksi perhitungan pajak yang diakibatkan oleh adanya perbedaan pengakuan metode, masa manfaat, dan umur, dalam menghitung laba secara komersial dengan secara fiskal. Perhitungan secara komersial adalah penghitungan yang diakui secara standar akuntasi yang lazim.
Koreksi fiskal harus dilakukan oleh Wajib Pajak ketika emnghitung besarnya PPh terutang pada akhir tahun. Apabila koreksi fiskal tidak dilakukan oleh Wajib Pajak, perhitungan besarnya PPh terutang sangat dimungkinkan akan mengalami kesalahan karena banyak ketentuan pengakuan atau cara perhitungan pada akuntasi komersial yang diperlakukans ecara khusus pada ketentuan perpajakan.
Laba secara komersial akan sama dengan laba secara fiskal hanya apabila semua unsur dalam penghitungan pajak telah dilakukan oleh Wajib Pajak berdasarkan ketentuan perpajakan. Bagi Wajib Pajak, hal ini sangat sulit dilakukan karena adanya perbedaan kepentingan antara pengusaha dengan pembuuat kebijakan yaitu pemerintah.
Langganan:
Postingan (Atom)